Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengklarifikasi berbagai isu yang muncul terkait pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah disahkan hingga menjadi undang-undang pada Selasa, 18 November. Dalam pernyataannya, Habiburokhman menekankan bahwa kritik yang dilontarkan oleh koalisi sipil terkait sejumlah pasal yang dianggap kontroversial tidak berlandaskan pada pemahaman yang baik tentang diskusi yang telah berlangsung.
Dia menyebut koalisi tersebut sebagai “koalisi pemalas” yang tidak mau memantau secara aktif perdebatan publik yang terjadi, terutama yang disiarkan secara langsung. Pernyataan ini menunjukkan ketidakpuasan Habiburokhman terhadap partisipasi koalisi sipil dalam proses penyusunan regulasi yang berkaitan dengan KUHAP.
Dalam konferensi pers tersebut, dia dengan tegas membantah anggapan bahwa metode undercover buying yang tercantum dalam Pasal 16 bisa disalahgunakan untuk tindak pidana lainnya. Menurutnya, ketentuan tersebut sudah jelas dibatasi penggunaannya dalam konteks penyelidikan untuk kasus-kasus tertentu yang diatur dalam undang-undang.
Pentingnya Kejelasan dalam Penegakan Hukum
Habiburokhman menegaskan bahwa pentingnya kejelasan dalam setiap pasal yang ada dalam undang-undang baru ini sangatlah krusial. Dia menjelaskan bahwa metode penyelidikan seperti undercover buying dan controlled delivery telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak bisa diterapkan sembarangan. Ketentuan tersebut memang seharusnya ditujukan hanya untuk kasus-kasus tertentu dan bukan untuk semua pelanggaran hukum.
Sekali lagi, ia merujuk pada penjelasan dalam Pasal 16 yang menyebutkan metode penyelidikan seperti penyamaran dan pembelian terselubung hanya boleh diterapkan dalam konteks tertentu. Hal ini menunjukkan upaya untuk menjelaskan aspek-aspek yang sering diperdebatkan secara lebih mendalam demi kepentingan hukum yang adil.
Individuals dan organisasi yang menyuarakan kritikan terhadap undang-undang ini diharapkan dapat melakukan diskusi yang lebih produktif daripada hanya memprotes tanpa dasar yang kuat. Setelah semua, proses pembuatan peraturan hukum memerlukan dialog yang konstruktif dengan semua pihak.
Keterlibatan Publik dalam Proses Legislasi
Habiburokhman juga mengingatkan bahwa selama ini pihaknya berupaya untuk melibatkan semua stakeholder dalam setiap proses pembahasan KUHAP. Menurutnya, setiap rapat yang diadakan terbuka untuk publik dan disiarkan langsung, sehingga semua pihak punya kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka secara langsung.
Dia mengeklaim bahwa rekaman dari rapat-rapat tersebut dapat disaksikan kembali oleh masyarakat melalui platform daring. Ini adalah langkah transparansi untuk memastikan bahwa proses penyusunan regulasi tidak ditutup-tutupi.
Pentingnya keterlibatan publik menjadi salah satu poin yang ditekankan Habib dalam upaya pembentukan undang-undang yang lebih baik. Dia mengajak semua pihak untuk berinisiatif dan menyuarakan pendapat mereka alih-alih hanya bersikap pasif.
Tanggapan Terhadap Kritik dan Penolakan
Kritik yang diluncurkan oleh koalisi masyarakat sipil terhadap RKUHAP tidak luput dari sorotan. Mereka melaporkan 11 anggota Panitia Kerja ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena dianggap melanggar kode etik dalam penyusunan undang-undang. Ini menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam terhadap proses pengambilan keputusan yang dianggap tidak transparan.
Koalisi masyarakat tersebut juga menyoroti proses penyusunan yang dinilai tidak melibatkan partisipasi publik secara maksimal. Dengan mencantumkan nama mereka dalam penyusunan RUU, mereka merasa tidak diberitahu dan diikutsertakan dalam proses pembuatan undang-undang ini.
Hal ini menimbulkan kekecewaan di kalangan sejumlah elemen masyarakat yang menganggap bahwa hak mereka untuk berpartisipasi dalam proses legislatif telah diabaikan. Sebagai respons, Habiburokhman berusaha untuk menjelaskan bahwa semua proses yang berlangsung adalah sah dan sesuai dengan prosedur yang ada.




