Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan bahwa mekanisme dua siklus untuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang dapat berlangsung hingga 190 tahun untuk HGU dan 160 tahun untuk HGB dan HP tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Keputusan ini menjadi sorotan masyarakat karena berkaitan dengan pengaturan tanah di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
Putusan MK ini berawal dari permohonan yang diajukan oleh dua pemohon, Stepanus Febyan Babaro dan Ronggo Wasito, yang menggugat konstitusionalitas norma dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara. Keduanya merasa bahwa ketentuan yang ada dalam UU IKN berpotensi melanggar prinsip-prinsip yang telah diatur dalam Undang-Undang Pembaruan Agraria.
Ketua MK, Suhartoyo, secara tegas menyatakan bahwa permohonan yang diajukan para pemohon sebagian besar dikabulkan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran yang mendalam mengenai bagaimana pengelolaan hak atas tanah di IKN akan dilaksanakan di masa depan.
Implikasi dari Keputusan MK terhadap Pengaturan Tanah di IKN
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah adalah mengenai dampak jangka panjang dari pemberian hak atas tanah di IKN. Dengan adanya mekanisme dua siklus yang panjang, evaluasi berkelanjutan menjadi sulit dilaksanakan, yang dapat mengakibatkan pengalihan pengelolaan tanah kepada individu atau perusahaan tanpa pengawasan yang memadai.
Guntur menegaskan bahwa dalam konteks agraria, evaluasi yang teratur menjadi penting agar pemanfaatan tanah tetap sesuai dengan tujuan awalnya. Apabila hak atas tanah diberikan tanpa batas waktu yang jelas, akan ada risiko bahwa tanah tersebut akan dibiarkan terlantar atau digunakan tidak sebagaimana mestinya.
Keputusan ini juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan bahwa penguasaan tanah dilakukan dengan prinsip keadilan bagi masyarakat. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana negara dapat mengelola sumber daya agraria tanpa evaluasi yang tepat dalam jangka waktu yang lama.
Pentingnya Evaluasi dalam Pemberian Hak Atas Tanah
Evaluasi dalam konteks pemberian hak atas tanah bukan hanya formalitas semata, melainkan bagian penting dari pengelolaan sumber daya agraria. Hak atas tanah yang diberikan tanpa syarat evaluasi yang jelas dapat mengarah pada ketidakadilan, karena pemegang hak bisa saja menyalahgunakan kewenangannya.
Dalam pandangan Guntur, pengaturan ini harus selalu mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas, bukan hanya segelintir pihak. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tanah digunakan secara maksimal untuk kemakmuran rakyat.
Salah satu konsekuensi dari putusan MK ini adalah merumuskannya kembali definisi dan kriteria untuk pemberian hak atas tanah. Seharusnya ada kerangka hukum yang kuat agar pengelolaan tanah dapat dilakukan dengan lebih berkelanjutan dan adil.
Keseimbangan antara Kepentingan Investasi dan Masyarakat
Putusan MK juga mengundang diskusi lebih lanjut mengenai keseimbangan antara kepentingan investasi dan kebutuhan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah ingin menarik investor untuk mengembangkan IKN, namun di sisi lain, hak masyarakat atas tanah juga harus dijamin. Ketika hak atas tanah diberikan tanpa regulasi yang ketat, maka masyarakat berisiko kehilangan akses terhadap sumber daya yang penting.
Investasi yang baik harusnya tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penting untuk ada pengaturan yang menempatkan kepentingan masyarakat di posisi yang sama dengan kepentingan para investor.
Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait tanah, agar mereka mendapatkan perlindungan yang memadai. Hal ini merupakan langkah krusial agar pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan dengan baik dan bermanfaat bagi semua pihak.
Menatap Masa Depan yang Lebih Berkelanjutan
Pentingnya putusan MK ini untuk masa depan pengelolaan tanah di Indonesia tidak bisa diremehkan. Dengan mengakui bahwa ada kekurangan dalam Undang-Undang IKN, MK telah memberikan peluang bagi perbaikan. Ke depan, pemerintah harus dapat merumuskan kembali kebijakan yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Implementasi kebijakan yang sesuai dengan putusan MK akan menjadi ujian bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak masyarakat. Pemerintah harus memfasilitasi dialog antara berbagai pemangku kepentingan agar hasil yang dicapai dapat memenuhi harapan semua pihak.
Di sinilah peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan. Keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan akan menjadi fondasi yang kuat untuk pengelolaan tanah yang lebih baik di IKN di masa depan.




