Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, memberikan pernyataan terbuka mengenai arah dan masa depan Keraton Yogyakarta, khususnya mengenai peran perempuan dalam proses regenerasinya. Dalam acara Forum Sambung Rasa Kebangsaan yang berlangsung di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Sultan menegaskan pentingnya dukungan terhadap partisipasi kaum perempuan dalam nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh kerajaan.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk eks Menko Polkam Mahfud MD, mantan Wakapolri, Ahmad Dofiri, serta Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Basuki Hadimuljono. Diskusi yang penuh makna ini menjadi wadah untuk berbagi pandangan dan pengalaman mengenai nilai demokrasi yang tetap dijunjung di daerah ini.
Sultan menegaskan bahwa meskipun ada sisa-sisa pemerintahan tradisional, demokrasi harus tetap diutamakan dan bukanlah satu hal yang dapat dikesampingkan. Pernyataan ini diperkuat dengan penegasan bahwa DIY adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia.
Menggali Identitas dan Tradisi dalam Keraton Yogyakarta
Di tengah realitas modern yang terus berkembang, Sultan menjelaskan bahwa identitas Keraton Yogyakarta tidak hanya terpaku pada sejarah. Justru, identitas tersebut harus selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku di republik ini.
“Banyak yang bertanya, ‘Mengapa Jogja yang memiliki sejarah kerajaan masih menjunjung tinggi prinsip demokrasi?'” ujarnya. Pertanyaan ini menjadi kunci dalam memahami dinamika antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan zaman.
Dengan mengamati Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), Sultan berupaya menunjukkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi. Ini merupakan langkah penting untuk menjadikan masyarakat lebih terlibat dalam keputusan yang memengaruhi mereka.
Perempuan dalam Proses Regenerasi Keraton
Satu poin menarik yang disampaikan Sultan adalah tentang peran kaum perempuan dalam regenerasi Keraton Yogyakarta. Ia membahas hal ini dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang berlangsung pada 2016.
Sultan menyatakan, “Apakah pantas jika perempuan tidak diberikan kesempatan dalam proses regenerasi Keraton?” Ini menunjukkan bahwa prinsip kesetaraan gender harus diterapkan di semua aspek kehidupan, termasuk dalam struktur kerajaan.
Pentingnya peran perempuan juga dipandang sebagai bagian dari pembaruan tradisi yang seiring dengan kemajuan zaman. Karenanya, Sultan mengajak semua pihak untuk berpikir di luar kerangka pemikiran yang sempit.
Pentingnya Fleksibilitas dalam Menghadapi Perubahan Zaman
Sultan menekankan bahwa untuk menerapkan undang-undang yang berlaku, diperlukan konsistensi dan fleksibilitas dalam pemerintahan. Ia menyadari bahwa tradisi dapat menjadi pedoman, tetapi tidak boleh menghambat kemajuan dan perubahan.
Dalam pandangannya, adalah ironis jika sebuah institusi yang mengikuti peraturan republik justru terjebak dalam pola pikir yang kaku. “Zaman telah berubah, dan kita juga harus beradaptasi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengadopsi kebijakan yang responsif terhadap perubahan sosial dan budaya. Sultan berharap agar semua pihak bisa mendukung upaya ini demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.




