Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengadakan Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan LIV di Jakarta pada hari Rabu, 12 November. Tema yang diangkat dalam event ini adalah “Mewujudkan Siaran yang Melindungi Publik”, mencerminkan komitmen KPI dalam menjaga kualitas siaran di tengah perkembangan media yang pesat.
Pada kesempatan ini, Anggota Komisi I DPR Amelia Anggraini menyampaikan pernyataan penting mengenai fungsi sosial dalam penyiaran. Ia menggarisbawahi pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 yang dirasa perlu diperbaharui untuk menyelaraskan dengan dinamika industri media saat ini.
Revisi undang-undang tersebut ditargetkan rampung pada tahun 2026. Amelia menekankan bahwa perubahan regulasi ini bertujuan untuk menutup kesenjangan antara konten siaran tradisional dan platform digital yang telah berkembang dengan pesat saat ini.
Peran Penting Sekolah P3SPS dalam Penyiaran
Menurut Amelia, Sekolah P3SPS memiliki peran penting dalam mengatur kualitas siaran yang sesuai dengan amanah publik. Dengan kehadiran sekolah ini, diharapkan ada pemahaman yang lebih baik mengenai pedoman perilaku penyiaran yang harus ditaati oleh semua pihak.
“Satu publik, satu standar perlindungan” adalah prinsipal yang ditekankan dalam pengaturan siaran ini. Oleh karena itu, setiap konten perlu mematuhi pedoman yang proporsional dan tidak menghambat inovasi.
Selain itu, Amelia mencontohkan berbagai negara yang telah berhasil menerapkan regulasi serupa. Contohnya, Uni Eropa dengan Audiovisual Media Service Directive (AVMSD) yang menjadi acuan dalam pengawasan media digital.
Inovasi dan Tantangan dalam Layanan Penyiaran Digital
Perubahan lanskap media yang berlangsung cepat membuat batas antara siaran linear dan konten daring semakin kabur. Hal ini memunculkan tantangan baru bagi penyiaran, di mana regulasi yang ada perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Amelia menegaskan pentingnya menghadirkan standardisasi yang seragam antara berbagai platform. Dengan adanya standardisasi ini, diharapkan inovasi di bidang penyiaran dapat tetap berjalan tanpa mengorbankan kualitas konten yang disajikan.
“Indonesia memiliki rujukan sendiri yaitu P3SPS dan KPI, yang jika diterapkan secara tepat akan menjadi model yang relevan untuk konteks Asia,” ungkap Amelia. Nilai-nilai lokal seperti keberagaman dan tanggung jawab sosial harus dijadikan landasan dalam pengembangan konten.
Menghadirkan Kualitas Siaran yang Ideal untuk Publik
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menekankan bahwa pemahaman tentang P3SPS harus menyebar tidak hanya di kalangan lembaga penyiaran, tetapi juga masyarakat umum. Kesadaran ini penting agar semua elemen dapat berkolaborasi untuk menghasilkan tayangan yang berkualitas.
Kepala Sekolah P3SPS Tulus Santoso menambahkan bahwa program ini merupakan komitmen untuk meningkatkan profesionalisme di bidang penyiaran. Sekolah ini ditujukan tidak hanya kepada para penyiar, tetapi juga mahasiswa dan masyarakat luas.
Melalui partisipasi masyarakat, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih baik soal tugas dan kewenangan KPI, sehingga pengaduan dapat diarahkan dengan tepat. “Kami berharap Sekolah P3SPS dapat terus berlanjut dan menjadi jembatan antara industri penyiaran dan publik,” jelas Tulus.
Lebih lanjut, Amelia mengingatkan bahwa siaran yang melindungi publik bukanlah tujuan akhir. Hal ini adalah bagian dari perjalanan yang lebih luas menuju peradaban informasi yang lebih matang dan bijaksana. “Dengan integritas dan profesionalisme, kita semua harus bersama-sama menjaga standar siaran ini,” pungkasnya.
Dalam konteks ini, kerja sama antara KPI, DPR, dan insan penyiaran sangatlah penting untuk mencapai tujuan bersama. Pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas akan menjamin kualitas siaran yang lebih baik ke depannya.




