Di tengah situasi darurat akibat bencana alam di beberapa daerah, muncul gerakan solidaritas yang kuat dari masyarakat. Di Yogyakarta, berbagai elemen masyarakat, termasuk seniman dan pemilik warung, bersatu untuk memberikan dukungan kepada mahasiswa perantau yang terkena dampak.
Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang jauh dari rumah. Dampak bencana menghambat kiriman dari keluarga, sehingga mereka kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat Yogyakarta Bertindak Cepat dalam Merespons Bencana
Salah satu inisiator gerakan ini adalah Muhammad Miftahur Rizaq, seorang seniman dan aktivis. Ia menyediakan paket makanan dan sembako gratis untuk mahasiswa asal Sumatra yang berada di Yogyakarta, tanpa syarat apapun.
Miftah merasa perlu melakukan sesuatu di tengah minimnya bantuan yang bisa langsung diterima oleh para mahasiswa. Ia membuka Kedai Sabalingga di Nogotirto, Gamping, sebagai tempat untuk memberikan bantuan tersebut.
“Sumber bantuan biasanya sudah terkoordinasi. Kami ingin memastikan mahasiswa di sini juga diperhatikan,” ujar Miftah. Banyak mahasiswa yang merasa kesulitan karena tidak bisa mendapatkan kabar dari keluarga juga hadir di kedai miliknya.
Aksi Solidaritas yang Berkelanjutan di Tengah Kesulitan
Bantuan yang diberikan tidak hanya dalam bentuk paket sembako. Miftah juga menawarkan alternatif bagi mahasiswa yang tidak bisa langsung datang, seperti menggunakan layanan ojek daring.
Mahasiswa dapat memanfaatkan warung terdekat dan mengirimkan foto barcode sebagai bukti transaksi. Miftah berusaha untuk menjaga transparansi dan menghindari penyalahgunaan donasi, sehingga semua sembako yang dibagikan benar-benar bermanfaat.
Inisiatif ini bukanlah sesuatu yang baru bagi Miftah. Ia sudah lama membuka pintu rumahnya untuk membantu siapa saja yang membutuhkan, dan hal ini menjadi bagian dari filosofi hidupnya.
Warkop Perdjuangan Menjadi Tempat Pelarian bagi Mahasiswa
Di tempat lain, Warkop Perdjuangan juga mengambil langkah serupa. Pemiliknya, Khrisna Wijaya, menyediakan makanan dan minuman gratis bagi mahasiswa perantau tanpa syarat. Hal ini menjadikan warkop sebagai ruang sosial yang penting di tengah kesulitan.
Khrisna menjelaskan bahwa sepiring nasi dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa kesepian. “Kami ingin memastikan mereka tidak kelaparan,” tuturnya dengan tegas.
Mahasiswa yang datang bebas memilih menu sesuai selera, dan mereka tidak perlu menunjukkan identitas apapun untuk mendapatkan makanan. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk memberikan dukungan psikologis kepada mahasiswa yang jauh dari keluarga.
Kepedulian dari Warung Makan Nusantara dan Banyak Pihak Lain
Di Banguntapan, Bantul, Warung Makan Nusantara pun menyatakan kepeduliannya. Mereka juga mempersiapkan makanan gratis dengan tujuan agar mahasiswa tidak menunda rasa lapar. Kegiatan ini menjadi bagian rutin sejak warung berdiri.
Pengelola warung merasa prihatin dengan kondisi mahasiswa yang terkatung-katung akibat bencana yang menimpa kampung halaman mereka. Sehingga mereka berupaya agar mahasiswa dapat tetap fokus dalam studi.
Komitmen dari berbagai pihak ini menunjukkan bahwa di tengah kesulitan, masih ada banyak orang baik yang bersedia membantu. Ini juga mencerminkan semangat gotong royong yang kental dalam masyarakat Yogyakarta.
Korban bencana bukan hanya yang berada di lokasi, tetapi juga mereka yang merasa dampaknya secara emosional dan mental. Makanan yang diberikan bukan hanya sekadar kebutuhan fisik, tetapi juga dukungan bagi jiwa yang terluka.
Movemen solidaritas ini menunjukkan bagaimana hubungan antar manusia dapat memainkan peranan penting dalam pemulihan. Kebersamaan dan saling membantu menjadi kunci untuk melewati masa-masa sulit.




